Jam baru aja nyentuh angka 12 di
siang bolong saat pasien terakhir gue berjalan keluar pintu poli umum
Puskesmas. Gue menghela napas dalam-dalam dan ngelus dada. Pasien ini anak
pondok, sama kaya gue dulu. Penyakit terakhir yang gue obatin ini nama kerennya
adalah Tinea Capitis. Dan gue juga
menemukan penampakan hidup yang bernama keren Pediculus Humanus Capitis.
Silahkan googling ya...
Tapi gue akan menghemat waktu dan
kuota internet kalian. Yang gue omongin di atas adalah borokan di kepala sama
kutu rambut.
Yep.
KUTU. RAMBUT.
Kalo liat pasiennya, cewe,
cantik, rapi, bersih, pake jilbab...orang pasti kaget kalo tau diagnosa yang
gue bikin baru aja. Tapi entah kenapa kalo gue sebut riwayatnya si pasien
adalah santri sebuah pondok, orang akan dengan kompak nyebut :
“Ooooh...pantesaaaan...”
Why????
Kenapaaaaa????
Kok kayaknya itu penyakit wajib
yak buat santri pondok. Utamanya yang masih bejibun tidur berjamaah di kamar,
bukan yang kamarnya ‘eksklusif’ bertiga atau berempat hahaha...
Jadi inget kejadian jaman masih
awal-awal nyantri di ma’had Assalaam.
Waktu kelas 1 MTs, kamar gue
adalah kamar di rayon 1, lebih tepatnya KPI 2. Sekamar kalo ga salah isinya 20
orang. Dan jaman itu semua tidur bareng-bareng beralaskan kasur di lantai. Ga
ada cerita kita punya dipan kaya santri-santri yang baru masuk sekarang. Jadi
bisa dibayangkan saat jam tidur, situasi di dalam kamar sudah sangat mirip dengan
lokasi penjemuran ikan asin: rapat, padat, telentang gak beraturan. Dan karena tidak ada
komando khusus dari kakak pembimbing tentang aturan posisi tidur, kamipun
menata kasur, bantal, dan guling sesuka hati kami. Jadi pemandangan kaki di
kepala dan kepala di kaki itu sudah merupakan hal yang biasa.
Kisah berawal pada saat
pendidikan kami sudah berjalan sekitar 3 atau 4 bulan. Saat itu, setiap hari
Jum’at pada saat orang tua atau wali santri bisa berkunjung, dan kami menerima
tamu di taman-taman sekitar kopel. Pemandangan yang sering ditemukan pada
santri-santri (utamanya santriwati kali yak...) kelas 1, percaya atau tidak, adalah
banyaknya orang tua yang memberi bekal sebuah sisir unik ala Tionghoa dengan
gerigi sisir kecil nan rapat. Sisir tersebut lebih terkenal dengan nama serit
atau surit atau apalah...macem2 sebutannya. Apapun namanya, fungsi sisir
tersebut di seluruh dunia gue rasa sama: PANEN KUTU RAMBUT!
Awalnya gue merasa ga mungkin lah
ya rambut sampe kutuan. Kan sering keramas, jilbab rajin dicuci, walopun pasti
ga sempet krimbat. Disaat kamar-kamar lain mulai ditemukan kasus penampakan
kutu, so far...kamar gue adem ayem
aja. Tapi ada isu ga enak yang berhembus, kalo salah satu anak di kamar gue
dicurigai kutuan rambutnya. Alesannya sih simpel. Disaat didalam kamar kalo
habis pada mandi atau pas tidur kan rata-rata pada lepas jilbab ya. Nah si doi
ini ga pernah gue liat lepas jilbab kecuali pas lagi butuh nyisir rambut ajah
dan jilbab juga jarang ganti. Kebetulan rambut doi agak ikal gitu, jadi mungkin
itu salah satu sebab munculnya hipotesa alias isu tersebut. Tapi namanya juga
isu. Sebelum ada pembuktian tetaplah isu. Jadilah gue cuek bebek dan ga mau
ngebahas lebih lanjut.
Nah...kegalauan bermula pada saat
malam hari tiba...
Saat itu kebetulan sebagian besar
anak di kamar gue udah pada tidur, termasuk si doi. Hanya gue dan 1-2 orang
yang masih bangun. Karena takut kena semprot ustadzah, kami bergegas menuju
singgasana masing-masing, dan kebetulan malam itu singgasana gue tepat di
sebelah singgasana doi yang hanya terpisah oleh lantai keramik sepanjang 20cm.
Gue udah siap-siap mau naroh kepala ke atas bantal saat tiba-tiba, entah
kenapa, tak dinyana, tak sengaja, ada suatu pergerakan di seberang yang masuk
ke lapang pandang mata gue. Karena gue penasaran, pandangan gue alihkan ke
sumber gerakan, which was...kepala si
doi yang tertutup jilbab.
And there...I saw it...
Hewan kecil nan mengerikan,
berjalan-jalan santai keluar dari sela-sela jilbab doi, mengeksplorasi kepala
si doi dengan bebas. Dan hey! Dia ga sendirian loh! Ada teman-temannya
jugaaaaakk... Oh meeeennn... Sekitar 3 atau 4 KUTU RAMBUT gue liat jalan-jalan
di kepala doi.
Spontan yang gue kasih tau
pertama adalah teman-teman yang saat itu belum tidur. Kami galau, bingung,
gundah gulana, karena tau bahwa kami berkewajiban untuk mencegah penyebaran
koloni tersebut supaya tidak membuat sarang di tempat lain. Tapi...bingung
bro... Kalo ngomong ke anaknya sendiri jelas ga enak. Kalo dibiarin, ga sampe
hati. Akhirnya kami sepakat untuk melempar bola panas ini ke kakak pembimbing
kamar besok pagi. Dan untuk perlindungan sementara, posisi tidur gue ubah. Gue
rela nyium bau kaki temen gue daripada si kutu maen percobaan loncat jauh ke
kepala gue.
Keesokan paginya, kami, para
saksi, mengadakan semacam ‘rapat darurat’ dengan kakak pembimbing perihal kasus
temuan semalam. Ada beberapa kesepakatan krusial yang diambil. Yang pertama, si
kakak bersedia dengan lapang dada menegur doi supaya dia mau lebih rajin
membersihkan rambut. Dan yang kedua, dan ini yang paling penting, karena kami
ga tau siapa aja yang udah ditemplokin koloni makhluk kecil tersebut, maka kami
sepakat untuk mengadakan PSK! Pemberantasan Sarang Kutu! Dimana agendanya
adalah membunuh kutu-kutu di kepala, baik yang sudah dewasa, maupun yang masih
berwujud telur. Dan senjata yang kami butuhkan adalah: The infamous PEDITOX,
dan serit!
Dan tak perlu menunggu terlalu
lama, akhirnya hari PSK itupun tiba, lebih tepatnya di hari Kamis minggu
berikutnya. Seluruh penghuni kamar telah diinfokan tentang kegiatan berjamaah
tersebut dan semua sudah menyiapkan peralatan perang yang dibutuhkan.
Rencana dieksekusi setelah sholat
Isya’ berjamaah, lebih tepatnya satu jam sebelum jam tidur. Kami bersama-sama
menuju reservoir dengan amunisi lengkap. Disana kami saling membantu memakaikan
obat ajaib PEDITOX tersebut, yang isinya semacam pembasmi hama khusus kutu
rambut. Obat tersebut dioleskan merata ke seluruh kepala penghuni KPI 2 tanpa
terkecuali. Tidak lupa serit dipakai untuk merontokkan kutu dewasa yang
kebetulan sedang nangkring di rambut. Banyak banget lah kita panen. Mungkin
jika ditampung, bisa dibuat semacam rempeyek.
Nah cara pakainya si PEDITOX ini,
kita ga boleh langsung keramas. Harus didiamkan dulu minimal 3-4 jam. Jadi
sekalian aja kami bawa tidur supaya lebih efektif. Dan tak lupa, saat tidur
kepala kami dibalut handuk atau shower cap bagi yang punya. Hal ini untuk
mencegah para kutu untuk kabur dari sarangnya. Jadilah malam itu kami tidur
dengan menahan rasa bagai digigitin semut di bagian kepala.
Keesokan harinya, kamipun bangun
jam 3 pagi! Hal yang, jujur saja, jarang kami lakukan (kecuali 1 orang yang
namanya tak perlu saya sebut di sini =) haha...). Kami kembali berkumpul di
reservoir dan bersama-sama membuka rambut yang telah semalaman terbungkus. Dan
hasilnya? You won’t even believe it!
Nyaris ga ada yang ga kutuan! Asli!
Di handuk kepala, banyak banget
korban tewas di pihak kutu. Ada yang masih bisa dihitung dengan jari sebelah
tangan, ada yang saking banyaknya sampe males ngitung. Bener-bener nih kutu
gerilyanya sukses banget. Kamipun keramas bareng-bareng, ada yang diulang sampe
2-3 kali keramasnya karena takut masih ada yang nyisa di kepala. Alhamdulillah,
dengan kerja sama semua pihak, akhirnya kasus kutu untuk sementara bisa
diselesaikan. Kamar-kamar lainpun akhirnya juga menyusul jejak kami, dengan
melakukan PSK mandiri berjamaah. Seneng juga bisa membawa manfaat buat orang
lain.
Tapi...apakah koloni kutu tinggal
diam???
Tidak!!!
Karena seiring dengan berjalannya
waktu, kami masih sering iseng nyisirin rambut pake serit, dan tak jarang masih
nemu telur si kutu, walopun hampir ga pernah lagi nemu kutu dewasanya. Biasanya
telur-telur ini di ‘pithes’, dihancurin pake kuku jari tangan, dengan
beralaskan kertas. Jadi mungkin teman-teman mau nengok buku-buku jaman MTs dulu
mungkin bisa dibuka-buka, kali aja masih ada fosil kutu dewasa atau telur kutu
yang masih tertinggal di sana.
Kami menyikapi hal perkutuan ini
dengan sewajarnya, dan kami rasa tindakan yang diambil memang sudah
sepantasnya. Tapi beberapa waktu yang lalu pada saat ngobrol di grup alumni,
ada teman yang cerita kalo sempet pas jadi pembimbing, ada anak-anak suatu
kamar yang, gara-gara kutu rambut, ‘disekap’ oleh salah satu orang tua santri
dan satu persatu kepalanya disemprot pake Baygon! Geloooooo...
Buat yang satu ini jujur sih gue
ga setuju. Ekstrim bo...
First and foremost, Baygon itu ga didesain buat bunuh kutu rambut!
Apalagi telur kutu rambut! Dia golongan organofosfat, racun serangga, yang bisa
mengiritasi kulit. Kalo buat bunuh kutu rambut itu pake golongan klorin. Itu
sih yang gue inget dari kuliah Parasitologi gue dulu. Mungkin aja sih kutu
dewasa mati karena keracunan, wong manusia dewasa aja bisa mati kalo kebanyakan
menghirup Baygon. Tapi dia ga bunuh telur-telur si kutu, yang hampir pasti
lebih banyak dari jumlah kutu dewasa. Bukannya bikin sembuh, malah bikin kepala
melepuh hehehe... Awas yak, jangan ditiru!
Ah...sekian lah tulisan gue ini.
Udah waktunya balik absen jari. Abdi negara mohon pamit dulu. Kiranya ada salah
kata, mohon dimaafkan. Bagi yang merasa tersinggung, dimaapin ya...plis... =)
Jangan lupa keramas yang rajin
yak!!!
Assalaamu’alaikum.........
Dadaaaaah......